Jumat, 16 Januari 2009

Fiksi atas Fakta (pt.30)

Matahari belum bangun, namun mata serta alam bawah sadarnya sudah dipaksakan terjaga.
Mungkin sama paginya ketika salah satu murid tiga kali menyangkali gurunya.
Kaca jendela mobil sengaja dibiarkan terbuka, agar udara pagi Jakarta dibiarkan masuk menyapa setiap titik di wajah.
Udara seperti ini sangat jarang didapatkan, kebanyakan angin yang bertiup di kota besar hanya medium penghantar debu dan gas-gas beracun keluaran knalpot kendaraan yang belum beremisi, polusi.
Nikmat, membiarkan wajah tertepa angin, menyaksikan mentari yang perlahan menguning, ditemani suara galau Erlend Oye atau vokal khas Jason Mraz sesekali mampir di telinga.

Rhino duduk sendiri di jok belakang mobil salah satu pamannya, menuju bandar udara Soekarno Hatta bersama beberapa bagian dari keluarga besarnya, hendak mengantarkan Sri Ratu dari keluarganya sebelah ibu.

Alkisah dulu di Manado, di mana banyak tumbuh kopra dan cengkih, seorang pemuda, Richard Gerson membentuk sebuah keluarga dengan seorang wanita, Victorine. Pernikahan mereka menghasilkan tujuh orang anak, Rhino merupakan keturunan dari anak yang tertua, Helena Gerson.

Oma Helen, selain anak tertua, juga merupakan yang paling galak dan terkenal disiplin di antara klan Gerson yang lain, karena itu ia dijuluki Sri Ratu. Helena Gerson mendidik anak hingga cucunya termasuk Rhino dengan didikan disiplin ala Belanda. Mungkin karena fakta bahwa ia dilahirkan di masa transisi penjajahan Belanda ke Jepang.

Tahun ini Oma Helen datang dari Manado ke Jakarta untuk bertemu dengan adiknya, Frida, menikah dengan orang Irak, kemudian tinggal di Sydney, Australia. Sementara 2 adiknya yang lain juga ikut menyusul ke Jakarta, Sachiko dan Rudy.

Maka reunilah mereka kakak-beradik, dari 7 orang sudah tinggal 4 orang yang masih hidup. Lucu, Rhino membayangkan 4 sosok sesepuh ini yang sudah tua, berkeriput, serta beruban dulunya 4 anak-anak yang tinggal serumah, berlarian ke sana ke mari.

Sekarang klan Gerson sudah sampai ke generasi kelima, karena beberapa orang di antara angkatan Rhino sudah menghasilkan keponakan-keponakan kecil yang lucu namun mengerikan. Entah kapan Rhino bisa berani mengambil keputusan untuk memproduksi duplikatnya dan mengkontribusikan satu anggota ke dalam generasi kelima tersebut

Sama seperti rumah sakit, bandara juga merupakan salah satu tempat yang tidak terlalu suka ia datangi. Karena di bandara orang bertemu dan berpeluk kangen sekaligus berpisah sambil berpeluk haru. Rhino tidak suka aura melankolis yang dipancarkan bandara.

Sebelum berpisah, Rhino memeluk Oma Helen sambil berbisik dalam logat Manado, "Hati-hati ya Oma, nanti kalo Tuhan berkenan torang bakudapa ulang Desember ini waktu kita pe wisuda." - "Hati-hati ya Oma, kalo Tuhan berkenan, kita ketemu lagi ya Desember ini waktu aku wisuda." Oma mengangguk tersenyum. Ada secercah motivasi yang Rhino rasakan untuk segera merampungkan skripsi dan kuliahnya, agar rencana wisuda dan gelar sarjana sudah bisa disandang Desember tahun ini.

Deru udara yang ditabrak oleh rangka pesawat-pesawat yang mendarat ataupun lepas landas sesekali terdengar. Rhino menghela napas, memandang langit yang sekarang sudah sepenuhnya terang.

"I hate airport, I hate hellos and goodbyes."

Tidak ada komentar: