Rabu, 19 November 2008

Fiksi atas Fakta (pt.26)

Rhino menghembuskan nafas putus asa.
Dipandanginya situasi di luar, basah dan padat.
Ingin rasanya ia menenggelamkan dirinya ke dalam jok belakang taksi yang sedang ia tumpangi.
Tangannya bersedekap, berusaha menghangatkan tubuh.
Kaca jendela masih dipenuhi butiran air, sisa guyuran hujan barusan.
Jakarta, hujan, jam pulang kantor, sama dengan macet total.
Sudah setengah jam Rhino terperangkap di Semanggi, taksinya hanya mampu bergerak maju sepersekian meter setiap lima menit sekali.
Segala jenis hiburan yang ditawarkan teknologi tidak mampu mengalihkan perhatiannya.
iPod dan Nintendo-nya, dua barang yang selalu bisa mendukung ke-autis-annya, dijejalkan secara paksa ke dalam tas.
Rahangnya mengeras, ia kesal, kesal pada keadaan, pada kemacetan, tapi tidak ada yang bisa disalahkan.
Tidak ada tempat baginya melampiaskan kekesalan.
Ingin rasanya ia menghampiri pemerintah Jakarta, mengguncang-guncang tubuh mereka, berteriak di wajah mereka, menyadarkan mereka tentang betapa buruknya infrastruktur yang mereka bangun.

Motor-motor di samping kiri dan kanan terus berjejalan berusaha menemukan jalan keluar mereka masing-masing.
Ada yang nekat menjadikan trotoar sebagai jalur mereka, padahal semua orang tahu trotoar dibuat khusus untuk pejalan kaki.
Sudah terlalu banyak mobil di Jakarta, sudah terlalu banyak motor, plat kendaraan sudah mencapai digit tiga huruf.
Sementara jumlah kendaraan tidak berkurang.
Mobil-mobil tua, yang sudah tidak diproduksi lagi oleh pasar, masih banyak berlalu lalang.
Angkutan umum reyot yang sebenarnya sudah tidak layak pakai masih berkeliaran memotong lintasan pengguna jalan lain seenak jidat mereka.
Dan tidak ada yang bisa Rhino lakukan.
Hanya mampu menggerutu sendirian di dalam taksi.
Ujiannya dimulai 40 menit lagi, jika macet ini tidak kunjung mereda, Rhino tidak yakin apakah ia bisa tiba di kampus tepat waktu atau tidak.

From: Mamski (+628138*******)
Rhin, Papa di-opname di Omni.

Sebuah pesan singkat datang dari Ibunya.
Menambah penat Rhino.
Sekarang dia harus dibuat khawatir dengan kesehatan Ayahnya.
Tapi Rhino berusaha melawan segala pikiran negatif yang bermunculan setelah membaca SMS tersebut.
Rhino menjejalkan pikiran-pikiran positif ke dalam benaknya, bahwa Ayahnya tidak apa-apa, hanya kecapekan biasa, dan memang Ayahnya sedikit manja, sama seperti dirinya.

Rhino langsung mengirim pesan ke teman-teman terdekatnya.
Rhino percaya akan kekuatan doa.
Doa satu orang cukup punya kekuatan, apalagi doa banyak orang.
Maka itu setiap kali memiliki masalah, Rhino tidak sungkan untuk meminta teman-teman terdekatnya mendukung dia dengan doa.
Masalah mereka benar-benar mendoakan atau tidak, Rhino tidak begitu perduli, yang penting Rhino tahu bahwa ia tidak sendirian, bahwa teman-temannya ada untuknya dan mendukung dia di mana pun mereka berada.

Guys, bokap gw masuk rumah sakit. Tolong bantu doa ya, semoga cepet sembuh. Thanks.

From: Viona (+628180******)
Pasti didoain Rhin, elo juga jaga kesehatan ya jangan sampe sakit.

From: Nadia (+628180******)
Sakit apa cum? Pasti didoain. Salam ya buat papa mertua. Haha.

From: Wina (+628137******)
Sakit apa bo?? Didoakan pastinya fo sho!

From: Girindra (+628170*****)
Sakit apa emangnya? Makanya jangan suka ngatain orang batak! Haha, joke. I wish him to get better soon! Take care.

Akhirnya Rhino dibuat sibuk dengan membalasi SMS mereka satu per satu, kemudian mereka membalas lagi, sampai akhirnya Rhino sibuk SMS-an, hingga tak terasa, taksinya sudah berhenti di depan lobi kampus.

Rhino pun melompat turun, menutupi kepalanya sedikit dari gerimis yang masih turun dengan buku catatannya. Kemudian bergegas masuk ke dalam kampus, masuk ke dalam lift, dan langsung menuju kelasnya. Untung belum terlambat. Pintu ruang kelas ujian belum dibuka, teman-teman sekelasnya masih berkerumun di luar sibuk dengan catatan masing-masing.

”Halo Ma, gimana Papa?”
Rhino segera menelpon Ibunya begitu ia selesai mengumpulkan lembar pertanyaan dan bergegas keluar dari ruang ujian.
”Ya gitu lemes, bolak-balik ke WC.”
”Sakit apa sih emangnya?”
”Radang maag katanya.”
”Oh, badung sih ya makannya.”
”Alah, kayak kamu enggak badung aja. Liat aja kalo kamu terus-terusan males makan, entar kayak Papa, Mama sih enggak mau ngurusin.”
”Bodo, ada suster ini. Hahaha... Btw, Mama nginep dong di rumah sakit?”
”Iyalah, Papa kamu manja gitu. Enggak mau diurusin suster, maunya apa-apa sama Mama.”
Rhino tertawa, ternyata sifat manjanya merupakan warisan gen dari sang Ayah.
”Aku juga mau deh nginep di sana. Ini aku udah selesai ujian, pulang ke rumah, terus langsung ke rumah sakit. Besok pagi langsung berangkat ke kantor.”
”Bareng Mama aja, ini Mama mau pulang, beresin baju, terus balik lagi. Nanti Mama tunggu di rumah, ya.”
”Ok.”

Tidak ada komentar: