Minggu, 25 Januari 2009

Fiksi atas Fakta (pt.31)

Penat.
Banyak yang mengganggu kepala hari ini.

Hari ini Rhino sempat dibuat jengah dengan tingkah Girindra.

Baru beberapa hari lalu Rhino, Wina dan Nadia mengangkat topik soal teman baik mereka yang sudah lama menghilang itu.

Selama ini Girindra mengelu-elukan dirinya sebagai sosok pria dengan integritas, pria yang memegang setiap perkataannya.

Tapi Rhino, Nadia, Wina dan beberapa orang yang sependapat dengan mereka menyimpulkan, Girindra merupakan makhluk terplin-plan yang pernah ada.

Banyak kejadian yang membuktikan bahwa keahliannya hanya menjilat ludah sendiri.

Misalnya, beberapa kejadian yang sempat Rhino, Nadia dan Wina bahas:

1. Dulu Girindra bilang dengan angkuh, "Gw enggak suka baca novel. Gw cuma baca buku-buku soal leadership dan sebagainya. Ngapain sih baca novel?"

Kemudian tadi Rhino menemukan di jok belakang mobil Girindra, novel tebal, film "Twilight". Rhino tersenyum kemudian sedikit menyindir bertanya, "Elo baca ini, Gir? Ini kan cheesy banget bahasanya."

"Iya Tasya yang beliin," balas Girindra.

2. Girindra dulu pernah komentar mengenai laki-laki yang rela ke dokter demi merawat wajah. "Ngapain sih cowok ke dokter muka segala?" Begitu ujarnya.

Baru minggu lalu, Mocil, cerita ke Rhino bahwa Girindra sekarang melakukan perawatan di dokter muka. Itupun Tasya yang cerita, bukan Girindra yang terang-terangan mengakui.

3. Tasya dan Mocil merupakan teman di sebuah tempat les. Peraturannya, jika tidak datang, maka tidak akan absennya kosong, tidak boleh menyuruh orang lain mewakili untuk absen.

Satu kali, Mocil tidak bisa masuk karena ada urusan kerja kemudian meminta Tasya membubuhkan tanda tangan di kertas absen untuk Mocil. Tapi dilarang mati-matian oleh Girindra, "Elo nyuruh cewe gw bohong? Enggal boleh Cil, elo kan tau peraturannya."

Kemudian satu ketika giliran Tasya yang tidak bisa hadir. Girindra pun membubuhkan tanda tangan di lembar absen sang pacar. Kebetulan ada Mocil di situ, Mocil pun keheranan dan bertanya, "Lho kok elo yang tandatangan? Tasya mana?"

"Tasya di luar negeri."
"Curang giliran gw enggak boleh!"
"Diem, ini beda, ini forced major."

Ya ya.. apapun sah demi kepentingan pribadinya.

4. Girindra dulu pernah mencibiri laki-laki yang punya pacar dengan jarak rumah yang cukup berjauhan. "Gw sih ogah punya pacar jauh-jauh rumahnya, yang deket-deket aja kan bisa."

Sekarang, Girindra yang tinggal di daerah Pulomas, memacari Tasya yang tinggal di Tangerang (baca: luar-Jakarta-kurang-jauh-apa-lagi-?")

5. Salah satu yang krusial dan cukup membuat heran adalah waktu ia memutuskan pacaran dengan Tasya. Karena beberapa bulan sebelumnya, Girindra dengan yakin bilang ke Nadia, Rhino, dan Wina, "Ini bukan season gw, waktu gw untuk pacaran enggak sekarang, at least enggak tahun ini."

Rhino, Wina dan Nadia pun mulai concerned dengan kondisi teman mereka.

"Gimana ya cara ngomong ke dia? Kan kasian dia cuma jadi bahan omongan dan ketawaan orang kalo kayak gini?"Ujar Rhino.

"Ya udahlah bo, mau diapain lagi. Dia kan emang masih labil, masih ABG. Belum ketemu jati dirinya, always try to please everyone, tapi mau terkesan rebel dan keren. Capek, deh." Timpal Wina.

"Iya biarin aja, dia kan keras kepala. Kalo orang keras kayak dia, musti nabrak dulu biar sadar." Tambah Nadia.

Lalu sekarang, hari ini, perihal BlackBerry pun dijadikan topik yang menyebalkan oleh Girindra.

Hari ini, Girindra dan Rhino serta Viona, yang sudah lama tidak jalan bareng, memutuskan untuk makan siang bersama sepulang gereja.

Lalu Girindra, yang dulu pernah menghina BlackBerry karena dianggap sebagai produk pasaran, menanyakan kisaran harga salah satu jenis keluaran BlackBerry.

Maka Rhino pun mencibir, "Katanya pasaran, dulu bilang enggak mau."

"Emang enggak mau, kalopun ganti gw mau yang Bold. Punya elo pasaran, hampir semua orang punya."
"Bold juga pasaran kali sekarang. Udahlah beli aja, ngapain sih beli hp yang bisa video call? Kan kalo pake BlackBerry lo bisa chatting, denger suara pacar lo dan saling kirim gambar. Lebih murah lho, karena 24 jam online, beda dengan video call yang bayarannya diitung per menit."

"Ya elah kirim gambar bisa lewat e-mail kali."

"Iya tapi nyari hot spot dulu. Musti login e-mail pula. Repot "

"Tapi ga enak ah ngetiknya, mendingan gw touch screen. Lebih cepet nulisnya karena ada sensornya jadi kalo gw nulis di layarnya langsung jadi tulisan, enggak kayak PDA pada umumnya yang harus nulis di layar huruf per huruf."

"Enakkan ngetik kali, Gir. Cepetan ngetiklah."

"Elo enggak mau kalah ya dari gw?"

Rhino hanya tersenyum.

"Elo kali yang enggak mau kalah," celetuk Viona.

"Pasaran ah BlackBerry." Lanjut Girindra lagi.

"Ya pasaran karena fiturnya bagus." Sanggah Viona.

"Tapi kan banyakkan orang yang beli untuk gaya dan ikut-ikutan aja," Girindra ngotot.

"Emang ada yang beli demi gaya aja, tapi ada juga yang beli kayak gw karena butuh, karena sangat membantu buat kerjaan gw."

"Tetep ah bagusan handphone gw."

"Ya itu kan menurut elo, menurut para pengguna BlackBerry ya bagusan handphone mereka lah." Ujar Viona.

"Ya kalo pun gw pengen, gw akan beli yang Bold."

"Tetep aja itu BlackBerry juga. It has the same brand on it. PERIOD."

"Tapi bedalah, yang gw bilang dulu enggak mau gw beli itu maksudnya yang kayak punya lo."

Rhino pun diam, tersenyum dan mengalah.

Memang kedewasaan tidak bisa diukur dari usia.

Ps: tulisan ini dibuat bukan untuk mempromosikan produk tertentu.

Ps: dedicated to my " man of integrity (he thinks)",terserah elo mau bilang tulisan gw subjektif enggak apa-apa.

Tidak ada komentar: