Disusuri sepanjang jalan di depan Mal.
Mencari taksi, yang ketika dicari tak ada, namun rajin berlalu lalang di depan mata saat tidak diharapkan.
Ada banyak sebenarnya taksi sembarangan yang sedang mangkal di dekat situ.
Tapi memilih taksi jaman sekarang, sama seperti memilih hidup atau mati.
Begitu banyak berita kriminalitas mengenai taksi, dari yang sembarangan, hingga yang bonafit.
Yang bonafit saja belum tentu aman, apalagi yang sembarangan.
Rhino tidak ingin begitu tiba di rumah ginjalnya berkurang satu.
Mungkin berlebihan pikirannya, tapi hal seperti itu selalu mungkin terjadi sekarang ini.
Mulai khawatir Rhino, karena tak kunjung lewat taksi sebagai satu-satunya medium untuk menibakannya di rengkuhan kasur di kamar.
Sudah terlampau malam untuk menunggu angkutan umum.
Pukul 11 malam, belum ada tandingannya.
Rhino pernah menunggui taksi jam setengah empat pagi, di daerah yang cukup rawan.
Kamar.. bicara soal kamar, Rhino merasa ada sedikit kesal yang tidak bisa ditumpahkan.
Kamarnya, bagian paling privasi dari hidupnya, kini sudah tidak bisa diandalkan lagi.
Kamarnya, entah sampai kapan, mulai dua hari lalu, harus rela ia bagi kepada dua sepupunya yang terluntang-lantung tak karuan karena tidak diurus oleh orangtua mereka.
Ayah Ibu Rhino mengambil keputusan sementara untuk menggantikan peran orangtua bagi kedua sepupunya.
Tidak ada yang salah, biar bagaimana mereka saudara saya, pikir Rhino, mereka layak dan butuh dibantu.
Tapi enggak begini caranya, raung sisi hatinya yang lain.
Rhino pun kemudian sadar, bahwa dia senang memberi, namun tak suka membagi.
Memberi dan membagi mungkin terkesan bermakna sama.
Mereka serupa tak sama.
Memberi berarti menyerahkan sesuatu secara keseluruhan yang kita punya kepada orang lain, dengan ikhlas.
Membagi berarti menyerahkan setengah dari apa yang kita punya kepada orang lain, dengan ikhlas.
Pada hal memberi, kita kehilangan bagian kita seluruhnya.
Pada hal membagi, kita hanya kehilangan separuh, ada ketidakutuhan di sana.
Hanya orang-orang yang sudah matang benar cara pikirnya yang bisa menjalani konsep membagi.
Rhino belum tiba di sana.
Sehari ini dilewatinya bersama Stanisha.
Akibat bosan terkungkung dalam bangunan segi empat yang disebut rumah, yang seharusnya merupakan sumber dari segala kenyamanan bagi penghuninya.
Nyaman memang tinggal di rumah selama liburan, tapi jika kelamaan membawa bosan.
Karena segala sesuatu bergerak monoton.
Bangun, mandi, sarapan, tidak ada kerjaan…
Bangun, mandi, sarapan, tidak ada kerjaan…
Bangun, mandi, sarapan, tidak ada kerjaan…
Bagaimana? Ingin berteriak bosan membacanya secara berulang, walau baru tiga kali?
Stanisha duduk ngobrol bersama cukup lama, lagi-lagi ditemani kecutnya larutan lemon.
Topik demi topik obrolan habis mereka lahap.
“Gw sebenernya kangen melakukan hal seperti ini dengan Nadia, Girindra, dan Karina…” ujar Rhino pelan.
“Sekarang kalian semua sama-sama sibuk sih, ya?” tanya Stanisha.
Kepala Rhino menganguk, sementara batinnya berbisik pelan:
Sudah lewat masanya untuk kami berempat, tidak mungkin bisa sama seperti dulu lagi, ditambah dengan sejarah yang pernah dimiliki oleh Karina dan Girindra.
Pelan, Rhino menghela nafas panjang, seperti orang yang kecewa, seperti orang yang harapannya diambil secara rampas.
Dengan mata mengawang, kumpulan memori di otaknya membawanya berlari sebentar ke jalan setapak kecil yang mengarah ke sebuah cerita di masa lalu.
Tepatnya 10 bulan yang lalu, tepat di awal tahun.
Jumat, 03 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar