Sabtu, 13 September 2008

Yang Tua dan Yang Kecil

Mungkin sempat mengernyit waktu melihat judul yang saya pilih.
Yang tua lawannya yang muda, yang kecil lawannya yang besar.
Tapi untuk cerita yang ingin saya bagi di sini, mengharuskan saya mengkomparasikan yang tua dengan yang kecil.

Apanya?
Hatinya.

Setiap hari untuk menuju kantor saya yang terletak di sebuah kawasan niaga (baca: kompleks ruko), saya harus melewati satu blok yang di salah satu bangunannya terdapat sebuah taman kanak kanak ala internasional.

Saya sering, pagi-pagi, melihat rombongan anak kecil berlarian, riuh, ceria, memegangi kertas gambar mereka yang besar sambil diikuti oleh para nanny yang menggantikan tugas ibu mereka.
Satu hari, dalam perjalanan menuju kantor, dari arah berlawanan saya diserbu oleh rombongan anak kecil tersebut.
Sekitar 10an anak, tersisa dua di belakang, anak perempuan.
Tidak berapa jauh dari posisi saya, dua anak perempuan tersebut, bersenggolan, menyebabkan yang satu jatuh dengan posisi berlutut.
Yang menyentuh hati saya, anak perempuan yang menyenggolnya, mengulurkan tangan, membantunya berdiri, kemudian bertanya dengan nada yang begitu lugu, ”Is it hurt?”
Si anak yang terjatuh menggelengkan kepalanya, sambil sibuk membersihkan lututnya, ”No.. I’m ok.”
”I’m really sorry, it hurts, doesn’t it?” timpal temannya dengan wajah memelas.
“No it’s ok, I’m good, thanks!”
Si teman yang sepertinya dibanjiri rasa bersalah kemudian tersenyum percaya, dan mereka berdua kembali berlari menyusul rombongan yang telah jauh di depan.

Saya kemudian melanjutkan langkah menuju kantor sambil tersenyum.
Terharu.
Betapa hati seorang anak kecil bisa sebegitu lugunya, bisa sebegitu tulusnya.
Andai semua orang ketika perlahan menua, bisa memiliki hati yang sama seperti anak kecil.

Di lain kesempatan, teman saya bercerita, seputar pengalaman dirinya (yang serupa) dengan kejadian yang tadi saya lihat.
Teman saya ini, punya sedikit masalah dengan penglihatannya, terutama ketika sore menjelang.
Penglihatannya bisa menjadi terbatas, dan berjalan harus sedikit berhati-hati serta meraba.
Dia kerap bepergian menggunakan busway.
Busway. Kita semua yang tinggal di Jakarta, mungkin tahu, seberapa gilanya proses pergantian koridor di berbagai tempat, sebut saja Harmoni, Dukuh Atas, dan Senen.
Pemandangan orang-orang berjejalan berebut tempat terdepan, terutama di jam-jam ramai, sudah menjadi sebuah kelumrahan.

Nah, teman saya ini, satu hari, ketika hendak transit koridor di Harmoni, dengan penglihatannya yang terbatas, tentunya harus berjuang mati-matian untuk tetap berjalan dengan hati-hati di tengah desakan penumpang lain yang tidak sabar ingin berebut tempat terenak di dalam busway.
Waktu dia masuk ke dalam busway, dia melihat ada satu tempat kosong, dan ke sanalah dia melangkah dengan perlahan.
Namun, seorang bapak, mendorongnya hingga teman saya ini hampir terjatuh, hanya untuk merebut kursi tersebut.
Bahkan setelah si bapak duduk dengan enak, tidak ada kata maaf yang diburai keluar dari mulutnya.
Mungkin memang dia tidak merasa bersalah.

Tapi, terlepas dari ketidaktahuan si bapak bahwa teman saya ini punya keterbatasan dalam melihat, tidak selayaknya ia melakukan hal tersebut.
Saya yakin, teman saya kalau melihat bapak itu, juga dengan sopan akan mengalah, dan tentunya membiarkan yang tua yang duduk.

Tapi begitulah sikap kebanyakan orang sekarang.
Hanya tahu saya, saya, saya, dan saya.
Saya ini mungkin bisa diangkat menjadi suatu bentuk paham baru, kepercayaan, aliran, atau trend kekinian.
SAYA.

Ketika ditanya pendapatnya mengenai kejadian tersebut, teman saya hanya tersenyum sambil melempar sebuah gurauan.
”Ya namanya juga Indonesia, pejabatnya di atas sana sibuk berebut kursi pemerintahan, rakyatnya pun enggak mau kalah, berebut kursi busway.”
Lagi-lagi, hanya karena nila setitik, sebelanga susu dirusakkan.
Gara-gara kelakuan seorang, satu lagi cap jelek disodorkan pada Indonesia.

Seandainya, semua orang memiliki hati setulus dan selugu si anak kecil yang tadi saya lihat.
Ketika Saya, tidak lagi melulu tentang Saya, tapi perlahan bisa dibengkokkan menjadi, Kamu, Mereka, Kita.
Seandainya hati si kecil, bisa diberikan kepada si tua.

Tidak ada komentar: