Beberapa hari sebelum bulan Ramadhan ditutup oleh kaumnya, jalanan lengang menjadi pemandangan menyenangkan hati.
Rhino menikmati pemandangan ini, di depan matanya, saat menunggu kendaraan menunggu tempat tujuan.
Jalanan yang lengang, membawa sekilas kenangan masa kecil kembali ke depan matanya.
Jakarta 14 tahun yang lalu.
Selain kelengangan tersebut, warna warni masyarakat yang tengah bergerombol membawa sejumlah barang, kardus, dan tas besar juga menandai penutupan bulan Ramadhan setiap tahunnya.
Mudik, istilahnya.
Rhino tiba di Mal tersebut lebih cepat dari yang ia perkirakan.
Keadaan di dalam Mal dengan di luar ternyata sangat jauh berbeda.
Ketika jalanan lengang dari kendaraan dan asap knalpot berkarap, para warga Jakarta yang tersisa ternyata berkumpul di sini.
Ramai.
Agoraphobia-nya sempat melesak keluar.
Rhino tidak terlalu suka berada di keramaian yang berlebihan seperti ini.
Dipercepat langkah kakinya.
Ia berakhir di sebuah meja, bergumul dengan bongkahan kentang berbalur keju yang dilelehkan.
Mengisi perut sambil menunggu Stanisha datang.
Orang sibuk berlalu-lalang, Rhino tidak perduli.
Seorang teman dari masa SD-nya lewat di depan mata, segera Rhino menundukkan kepalanya dan berlagak sibuk mengunyah sambil riang jarinya menekan-nekan tombol-tombol tak bersalah pada tubuh selularnya.
Rhino tidak ingin dikenali.
Rhino tidak ingin disapa.
Tidak untuk saat ini.
Dia sedang tidak ingin berbasa-basi.
Seorang teman dari masa SMA juga ikutan lewat di depan mejanya.
Langkah yang sama untuk menyembunyikan diri dari pandangan temannya segera Rhino lakukan.
Fajar, salah satu teman sepermainannya dulu.
Apa kabar dia?
Rhino, ingin tahu, tapi dia tidak ingin dikenali serta ditegur oleh Fajar.
Setelah Fajar lewat, Rhino kembali merasa lega.
Namun rasa kesepian menyerangnya secara berkelimpahan.
Ironis baginya.
Ia suka sendirian, tapi ia tidak suka perasaan kesepian.
Cepat ia buang pikiran negatif itu.
Dia tidak pernah kesepian. Dia tahu ada begitu banyak orang yang sayang padanya.
Hanya saja saat ini, mereka sedang sibuk dengan urusan masing-masing.
Stanisha datang, seperti biasa, mengusung dua warna kesukaannya, hijau dan ungu.
Hijau untuk kaos, ungu untuk sendal.
Stanisha selalu melakukan hal yang sama di setiap kesempatan.
Jika memungkinkan, Rhino yakin Stanisha akan mengecat paru-paru sebelah kirinya dengan warna hijau, dan yang kanan dengan warna ungu.
Atau mungkin untuk batu ginjalnya.
Atau bola matanya.
Idealisme akan warna ini sudah menjadi ciri khas Stanisha sejak lama.
Berdua mereka sepakat untuk menonton karya terbaru dari Riri Riza, ”Laskar Pelangi”.
Setelah tiket didapat, mereka mampir sebentar ke sebuah toko buku.
Rhino dan Stanish terlibat dalam kegiatan saling merekomendasikan buku.
Mereka berdua sama-sama suka membaca.
Suka terhadap cerita yang katanya njelimet.
Tapi tetap bermakna.
Apakah ini karena mereka, biar bagaimana, memiliki darah yang sama yang mengalir di dalam tubuh mereka?
Tidak juga, ada banyak orang dari keluarga besar mereka yang sama sekali tidak menunjukkan minat pada buku.
Soal buku, Rhino dan Stanish hanyalah minoritas.
Kedai kopi jadi tempat tujuan mereka berikutnya sambil menunggu waktu bergulir menuju waktu yang tertera di tiket bioskop mereka.
Berdua di sana, dengan ice lemon tea masing-masing, mereka larut dalam diam.
Membiarkan mata mereka menyusuri susunan abjad di novel pilihan masing-masing.
Membiarkan pikiran mereka bekerja, mencerna dan memaknai awal cerita novel.
Membiarkan hati mereka disentuh, dengan entah unsur perasaan apa yang diangkat oleh penulis novel tersebut.
Di luar, lampu jalanan serta kendaraan yang berlaluan menemani aktifitas bisu ini.
Rhino melarikan sebentar fokusnya ke luar novel.
Ia penasaran apa kira-kira pendapat orang jika melihat dirinya dan Stanisha.
Kedai kopi biasanya dijadikan wadah berkumpul dan bercerita dua orang atau lebih.
Kalau pun ada yang datang dan berniat menghabiskan waktunya dengan membaca, pasti sendirian.
Tidak berdua begini.
Karina dan Viona sudah pasti tidak bisa diajak seperti ini.
Dua temannya yang memiliki karakter sanguinis ini sama-sama bisa gila jika ditinggal dalam keheningan demi sebuah buku bacaan.
Dengan cepat Karina dan Viona akan mengaku bosan.
Karakter sanguinis, entah kenapa, memandang bicara sebagai sebuah kebutuhan hidup.
Tidak akan tahan mereka lama-lama berdiam diri jika tahu ada manusia di depan mata, yang mereka kenal, yang sebenarnya bisa diajak bicara.
Girindra?
Mereka memang sama-sama diam.
Kebanyakan waktu yang mereka lalui bersama habis oleh diam.
Diam karena sibuk dengan pikiran masing-masing.
Tapi dengan bacaan masing-masing?
Entahlah, belum pernah dicoba.
Dengan Wina, mungkin
Wina suka membaca, dan Wina juga lumayan suka sendiri.
Tapi setiap Rhino dan Wina pergi ke kedai kopi, atau ke tempat mana pun, mereka lebih memilih untuk menghabiskan waktu mereka untuk berbicara, dan saling meng-update cerita tentang kehidupan masing-masing.
Satu-satunya yang bisa menggantikan Stanisha sekarang hanya Nadia.
Versi perempuan Rhino.
Nadia dan Rhino sama-sama betah berlama-lama berdua, tapi sibuk dengan aktifitas masing-masing.
Kegiatan ini mereka namai ”Auties Moment”.
Pernah di sebuah cafe di Mal di bilangan Senayan, mereka duduk di sebuah meja, berdampingan.
Nadia tenggelam dalam novel yang baru saja ia beli.
Rhino larut dalam jaringan dunia maya melalui sebuah layar laptop.
Jam berlalu, ketika mereka sadar, mereka tertawa, karena sama-sama kaget bahwa ternyata mereka tidak sendiri.
Nadia lupa Rhino. Rhino lupa Nadia.
Hmm.. di mana ya mereka sekarang?
Viona pasti sedang menghabiskan waktu dengan calon suaminya, Fardha.
Girindra, sepertinya sibuk mengerjakan skripsinya di rumah.
Karina berlibur di Dubai.
Wina saling melepas kangen dengan ibunya, yang baru kembali dari luar negeri.
Nadia, sibuk dengan pekerjaannya. Kantornya masih beroperasi, padahal sebagian besar kantor sudah memberlakukan jadwal libur lebaran hari ini.
Kalau pun Nadia tidak kerja, ia pasti sedang sibuk dengan kehadiran pria baru dalam hatinya, Dasa.
Senin, 29 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
We should spend another time to do this thing.
I enjoyed it and really miss the time that we could spend together.
I feel honor that you noticed what I was wearing.. :)
Posting Komentar